Jumat, 26 September 2008
PBB: MASIH RELEVANKAH?
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB)
Eddy Suranta
Sejarah
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau disingkat PBB (bahasa Inggris: United Nations atau disingkat UN) adalah sebuah organisasi internasional yang anggotanya hampir seluruh negara di dunia. Lembaga ini dibentuk untuk memfasilitasi dalam hukum internasional, pengamanan internasional, lembaga ekonomi, dan perlindungan sosial.
Perserikatan Bangsa-bangsa didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945 setelah Konferensi Dumbarton Oaks di Washington, DC, namun Sidang Umum yang pertama - dihadiri wakil dari 51 negara - baru berlangsung pada 10 Januari 1946 (di Church House, London). Dari 1919 hingga 1946, terdapat sebuah organisasi yang mirip, bernama Liga Bangsa-Bangsa, yang bisa dianggap sebagai pendahulu PBB.
Sejak didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945 sedikitnya 192 negara menjadi Anggota PBB. Semua negara yang tergabung dalam wadah PBB menyatakan independensinya masing-masing, selain Vatikan dan Takhta Suci serta Republik Cina (Taiwan) yang tergabung dalam wilayah Tiongkok pada 1971.
Hingga tahun 2007 sudah ada 192 Anggota PBB. Sekretaris Jenderal Ban Ki-moon asal Korea Selatan yang saat ini menjabat sejak 1 Januari 2007.
Dominasi Beberapa Negara
Dominasi beberapa negara dimulai dengan adanya hak veto. Hak veto adalah hak untuk membatalkan keputusan atau resolusi yang diajukan oleh PBB atau Dewan Keamanan PBB PBB. Hak Veto dimiliki oleh Negara Negara Anggota Tetap Dewan keamanan PBB yang saat ini dimiliki oleh Amerika Serikat, Rusia (dulu Uni Soviet), Republik Rakyat China menggantikan Republik China (Taiwan) pada tahun 1979, Inggris dan Perancis.
Pada saat ini opini yang berkembang di media media internasional menyebutkan keberadaan lima negara anggota tetap dan hak veto ditinjau kembali karena perkembangan dunia yang semakin kompleks serta sering dianggap membuat berlarut larutnya masalah internasional yang membawa akibat pada masalah kemanusiaan akibat digunakannya hak ini oleh negara negara besar yang dianggap membawa kepentingannya sendiri.
Karena keberadaanya merupakan warisan Perang Dunia II yang diambil dari negara negara kuat pemenang perang, banyak suara suara dari tokoh tokoh internasional agar PBB dirombak atau direformasi agar dapat mengamodasi perkembangan dunia internasional khususnya negara negara dunia ketiga. Diantara tokoh tokoh yang menyarakan perlunya reformasi pada PBB khususnya Dewan Keamanan diantaranya adalah Presiden Sukarno pada tahun 1960-an kemudian Dr Mahathir Mohammad.
Perjuangan dan suara dari tokoh-tokoh internasional untuk mereformasi PBB dengan menghilangkan hak veto patut mendapat perhatian. Bila kita kritis, kita akan melihat betapa PBB telah menjadi sarana beberapa netgara untuk menebar pengaruh dan dominasinya terhadap negara lain. Dominasi mereka kini dilembagakan di dalam organisasi negara-negara dunia tersebut.
Sangat menyedihkan menyaksikan dan mengalami PBB sebagai sebuah organisasi dunia di mana hak-hak setiap anggotanya ternyata tidak sama. AS sangat jelas menunjukkan arogansinya dalam PBB. Rasanya PBB hanya menjadi boneka dari negara adikuasa tersebut. Mereka mengkalim diri sebagai guru dan polisi dunia. betapa mengenaskan nasib banyak negara dan manusia di dunia karena suara dan harapan mereka bisa kandas di tangan saru atau beberapa negara saja.
AS bisa dengan bebas melarang negara lain untuk berbuat ini atau itu, padahal mereka sendiri melakukannya. kita menyaksikan betapa sombongnya mereka melarang negara lain mengembangkan senjata padahal mereka sendiri sudah lebih dahulu melakukannya. perlombaan senjata dan penggunaan nuklir memang patut kita kecam dan harus dihindari. akan tetapi betapa tidak adilnya bila AS dengan alasan suci melarang negara lain mengembangkjan nuklir sedangkan mereka sudah sejak beberapa dekade lalu memakai nuklir.
Ketika dunia prihatin dengan persoalan lingkungan dan pemanasan global, AS negara pengguna energi terbesar di dunia, malah tidak mau tahu. Mereka tidak mendukung langkah-langkah yang telah disepakati banyak negara seperti yang terdapat dalam Piagam Kyoto. Inilah dominasi AS di dunia. PBB sebagai organisasi dunia tidak berdaya.
dalam situasi seperti ini masih relevankah keberadaan PBB? Apa yang harus dilakukan agar kesetaraan dan persamaan hak bisa dirasakan oleh setiap negara?
Langganan:
Postingan (Atom)