Pemikiran politik Thomas Hobbes
Eddy Suranta
Pemikiran politik Thomas Hobbes kiranya dapat kita lihat dari pemikirannya tentang negara. Bagaimana Thomas Hobbes memandang Negara itu? Berdasarkan konsepnya tentang kodrat egoistis dan anti-sosial dari manusia, Thomas Hobbes mengemukakan ajarannya tentang negara dalam Leviathan. Kalu manusia pada dasarnya egois, bagiman kehidupan masyarakat itu menjadi mungkin di antara makhluk-makhluk yang keji, bengis, dan buas ini? Hobbes menjawab bahwa karena pemeliharaan diri m,enajdi kepentingan asasi setiap individu, saling menerkam menjadi tidak rasional, sebab berlawanan dengan kepentingan asasi itu. Karena itu, Hobbes membayangkan keadaan asali, saat manusia-manusia mengadakan kontrak social, semacam perjanjian damai yang menjadi dasar kehidupan sosial. Akan tetapi, karena perjanjian macam ini rapuh, mereka menyerahkan kekuasaan dan hak-hak kodrati mereka semua kepada sebuah lembaga yang disebut negara. Katanya, perjanjian tanpa pedang adalah omongan saja, dan tak ada kekuatan yang mengamankan manusia. Karena itu, manusia butuh negara yang memonopoli penggunaan kekerasan. Negara ini hanya memiliki hak atas ratyak untuk memaksakan norma-norma dan ketertibannya, dan tidak memiliki kewajiban, maka bersifat absolut. Dengan istilah “Leviathan” dilukiskan negara seperti monster raksasa purbakala yang hidup di lautan. Namun, dalam gambar sampul buku itu dilukiskan bukan sebagai monster purba ala Kitab Suci, melainkan sebagai manusia raksasa yang terdiri atas banyak manusia-manusia kecil. Ini mengingatkan kita akan manusia besar dalam buku Plato.
Apakah peranan agama dalam kehdiupasn social? Hobbes berpendapat bahwa agama turut berperan sebagai sarana kontrol sosial yang juga mencakup tipu muslihat dan angan-angan yang menyesatkan dalam rupa rangsangan terhadap rasa takut atau takhayul. Agama bersumber dari rasa takut manusia, maka bisa berfungsi memperbesar rasa takut itu untuk mernciptakan ketertiban. Dengan fungsi ini, agama ortodoks, dan menurut Hobbes mengajarkan sebuah ajaran bidaah adalah sebuah kejahatan, sebab akan memunculkan anarki. Bersama Machiavelli, dia setuju bahwa agama dapat dipakai sebagai instrumen politik.
Ajaran sosial Hobbes tentang absolutisme negara dan peran instrumental agama ini mendukung monarkisme. Hobbes mendukung bahwa Raja harus memiliki kekuasaan mutlak tas ratyaknya. Baginya, demokrasi itu lemah, keropos, dan hanya bias dilakuakan di negara-negara kecil. Dalam negara yang besar pemerintahan haruslah absolute agar tidak terjadi kekacauan dan ketidakstabilan politis. Raja haruslah seorang yang kuat dan memaksakan kehendak-kehendaknya secara efektif. Dewasa ini, secara sia-sia orang mengecam teori absolutisme Hobbes itu. Banyak negara mengembar-ngemborkan demokrasi dan menolak absolutisme, tapi dalam kenyataan dan prakteknya diam-diam atau secara kasar malah mewujudkan teori Hobbes itu di berbagai bidang kehidupan sosial.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar