Senin, 02 Maret 2009

Pemikiran Filosofis J.J. Rousseau tentang Kebudayaan dan Pendidikan

Pemikiran Filosofis J.J. Rousseau tentang Kebudayaan dan Pendidikan

Eddy Suranta

Rosseau berpendapat bahwa pikiran yang tampil dalam kebudayaan, yaitu: seni, sastra, ilmu hanyalah bunga-bunga yang membuat manusia mencintai situasi perbudakannya. Dengan pendapat ini Rosseau mau menyingkapkan artifisial dari kebudayaan. Segala bentuk tata krama hanyalah selubung untuk tingkah laku yang sia-sia yang mencegah persahabatan sejati dan mebuat kita tidak lagi percaya kepada sesama kita. Segala bentuk seni dan ilmu pengetahuan lahir dari kejahatan-kejahatan kita, maka cenderung pada kejahatan. Astronomi lahir dari takhayul; geometri lahir ketamakan; fisika dari kemalasan, seni debat dari ambisi, etika dari kesombongan. Kritik Rosseau ini membalikkan keyakinan pencerahan. Bagi pencerahan kemajuan teknis sebagai kemerosotan moral. Jadi, sekiranya dia hidup pada zaman kita ini, tanpa keraguan sedikitpun dia akan mengecam ilmu dan teknologi sebagai perangsang militerisme.

Ide tentang sifat artifisial kebudayaan yang membusukkan amnusia itu dilandasi oleh sebuah pengandaian tertentu yang sangat dipuja-puja oleh Rosseau, yaitu “kodrat asali manusia”. Berbeda dari Hobbes, dia menegaskan bahwa dalam keadaan asali manusia hidup damai dan tak dihalangi oleh konvensi-konvensi yangs esat. Dia membayangkan waktu itu manusia mengembara keluar masuk rimba, tanpa industri, tanpa bahasa, tanpa rumah, tanpa keinginan untuk menyakiti makhluk-makhluk lain, dan berkedudukan sama di antara mereka. Perbedaan manusia dan hewan baginya tidak terletak pada rasionya, melainkan pada kemapuan kehendaknya yang mengatasai sifat otomatis, sebab bersifat rohani.

Seperti Hobbes, Rosseau juga membahas bagaimana terjadinya masyarakat secara perlahan-lahan. Masyarakat terjadi dengan ditetapkan hak milik pribadi. Milik pribadi inilah yang menjadi biang keladi ketidaksamaan sosial dan lenyapnya kesederhanaan asali manusia. Miliku dan milikmu adalah dasar masyarakat. Dengan lahirnya masyarakat, menurut Rosseau, munculah perang dan kejahatan-kejahatan. Ketidaksamaan sosial menyebabkan manjusia kehilangan kebebasann alamiahnya. Di sini yang dipersoalkan adalah ketidaksamaan moral dan politis, bukan ketidaksaman alamiah, sebab baginya alam tak bisa dipersalahkan dalam memberi bakat yang berbeda-beda, sedangkan kebudayaan dengan sengaja membuat manusia menderita karena ketidaksamaan ini. Kalaupun kebudayaan menciptakan kesaman, misalnya kesamaan di antara para budak dalam rejim despotis, menurut Rosseau, kesamaan ini adalah hasil korupsi keadaan asali, maka menghasilkan penderitaan belaka.

Selanjutnya, Rosseau berpendapat bahwa pendidikan yang dilaksanakan secara ototritatif, dengan disiplin ketat dan nyaris mekanis, menuntut kepatuhan luar biasa dari siswa. Tujuan akahirnya dalah penyeragaman tingkah laku dan informasi. Pendidikan macam itu tidak disetujui Rosseau. Dalam bukunya Emile, ou L’Education, Rosseau memperahankan kembali tessisnya bahwa manusia itu menurut kofratanya baik, tetapi lalu dibusukkan oleh kebudayaan. Salah satu elemen kebudayaan yang bertanggungjawab atas korupsi moral manusia adalah pendidikan, maka pendidikan harus ditransformasikan. Dia berpendapat bahwa daya dorong alamiah dalam diri manusia adalah cinta diri, yang juga menjadi sumber segala hasrat alamiah lainnya. Cinta diri tidak sama dengan egoisme, sebab egoisme hanya bisa ada dalam masyarakat dan bukan dalam keadaan asali. Cinta diri bersifat primitif dan sesuai dengan tatanan alam, amak baik adanya. Denga asumsi ini lalu dia menyarankan bahwa dalam pendidikan sebaiknya naluri-naluri alamiah dan rasa cinta diri anak dibiarakan berkembang bebas bukannya dibendung. Segala disiplin, khotbah, intelektualisme harus disingkirkan. Semua ini hanya menghambat perkembangan dan menanamkan prasangka ke dalam diri anak. Mendasari saran ini adalah anggapan Rosseau bahwa kodrat manusia pada dasarnya baik. Katanya, segalanya baik, ketika keluar dari tangan sang Pencipta; segalanya memburuk di tangan manusia. Lagi-lagi yang dikritik di sini adalah institusi-institusi kultural yang cenderung membusukkan kodrat manusia.

Dengan mengikuti gagasan-gagsan Rosseau di atas kita menemukan sebuah gerak balik dari pencerahan. Sebagai optimisme terhadap kemajuan kebudayaan, Rosseau justru mengambil sikap pesimis atasnya. Di dalam hal ini, pemikiran Rosseau memiliki kedudukan yang penting dalam sejarah filsafat modern, sebab untuk pertama kalinya sejak kemajuan ilmiah terjadi di Barat, dilontarkan sebuah kritik bukan atas dogmatisme religius dan metafisika tradisional, melainkan atas apa yang diyakini sebagai kemajuan.

Tidak ada komentar: