Sabtu, 15 Maret 2008

Menelaah Sila Ketuhanan dalam MAsyarakat Karo


MENELAAH SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA
DALAM RUMAH ADAT KARO

Eddy Suranta

Mengenal sejenak suku Karo

Suku Karo, salah satu subsuku bangsa Batak mendiami daerah Batak bagian utara di Sumatera Utara, terutama di daerah tinggi Karo, Langkat Hulu, Deli Hulu, Serdang Hulu, dan sebagian Dairi. Orang Karo bertetangga dengan empat suku bangsa lain, yaitu Melayu Sumatera Timur di sebelah utara, Alas disebelah barat, Simalungun di sebelah timur, dan Pakpak di sebelah selatan. Dalam kehidupan sehari-hari mereka menggunakan bahasa Karo yang berbeda dengan bahasa Batak Toba.
Sebagian besar orang Karo tinggal di tanah Karo, kabupaten Karo. Tanah Karo merupakan kuta kemulihen (kampung asal) bagi orang Karo. Tanah Karo terletak di Propinsi Sumatera Utara. Luasnya 2.127,25 kilometer persegi dengan ibu kota Kaban Jahe. Secara geografis kabupaten ini berbatasan dengan kabupaten Langkat dan Deli serdang di sebelah utara, kabupaten Dairi di sebelah selatan, kabupaten Simalungun di timur, dan propinsi Nangroe Aceh Darussalem di barat.
Dalam perkembangan zaman, masyarakat Karo ikut berkembang. Pembangunan tampak dimana-mana baik fisik maupun pembangunan sumber daya manusia. Sebagian besar orang Karo masih hidup di desa-desa yang disebut kuta. Kuta merupakan kesatuan territorial yang dihuni oleh penduduk dari beberapa merga (klen) yang berbeda. Dalam kuta terdapat dua atau lebih deretan rumah adat. Namun, sekarang tidak semua kuta memiliki rumah adat. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan zaman sehingga masyarakat Karo lebih senang membangun rumah modern mengikuti model rumah luar Karo. Di beberapa tempat kita masih dapat menemukan rumah adat Karo yang sudah berusia ratusan tahun diantaranya di desa Lingga, desa Peceren, dan beberapa desa lainnya.
Rumah adat Karo berbentuk panggung dengan dinding miring dan atap ijuk. Letaknya memanjang 10-20 meter dari timur ke barat dengan pintu di kedua jurusan mata angin itu. Pada serambi muka terdapat semacam teras dari bambu yang disusun yang disebut ture. Suatu rumah adat biasanya dihuni oleh 4-8 keluarga batih (jabu), yang masih terikat hubungan kekerabatan secara patrilineal. Jabu merupakan kesatuan ekonomi dalam produksi dan konsumsi makanan yang terpenting dalam organisasi sosial orang Karo.
Rumah adat Karo sebagai peninggalan budaya
Sunoto berpendapat bahwa unsur-unsur Pancasila sudah ada dalam Bangsa Indonesia sendiri, meskipun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945. hal ini tampak dalam berbagai adat-istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepecayaan, bangunan, dan kebudayaan Bangsa Indonesia.
Rumah adat Karo adalah salah satu warisan dan peninggalan nenek moyang Bangsa Indonesia. Rumah adat Karo pastilah suatu karya yang besar. Rumah adat Karo bukan hanya sekedar menunjukkan nilai tempat tinggal manusia akan tetapi juga menunjukkan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat Karo. Hal ini tampak dari proses pembangunan dan kemegahan bangunannya.
Rumah adat Karo adalah salah satu kekayaan budaya Bangsa Indonesia. Sebagai suatu kekayaan budaya bangsa Indonesia, rumah adat Karo pasti juga mencerminkan nilai sila-sila Pancasila. Menelaah rumah adat Karo akan tampaklah nilai sila-sila Pancasila di dalamnya. Salah satu unsur yang tampak menonjol ialah sila KeTuhanan yang Maha Esa.
KeTuhanan Yang Maha Esa menunjukkan bahwa bangsa Indonesia percaya kepada Tuhan. Pada unsur budaya bangsa Indonesia kepercayaan ini menunjukkan bahwa mereka percaya kepada kekuatan yang melebihi kekuatan manusia. Pada saat itu mereka belum memiliki konsep tentang Tuhan. Mereka percaya pada kekuatan gaib atau roh-roh. Intinya mereka percaya pada kekuatan yang lebih besar dan pada sesuatu yang mencipta yang dalam istilah agama sekarang dikenal dengan Tuhan. Kercayaan itu tampak dalam bangunan, dongeng, tulisan, dan mitos-mitos. Dalam bentuk bangunan kepercayaan itu ditunjukkan juga lewat bangunan-bangunan suku-suku bangsa Indonesia khususnya bangunan rumah-rumah adat. Rumah adat Karo adalah salah satu bangunan yang menyiratkan kepercayaan suku Karo.
Unsur Kepercayaan dalam Pembangunan Rumah Adat Karo
Sebelum membangun rumah orang Karo mengadakan musyawarah dengan teman satu rumah mengenai besar, tempat, dan hal-hal lain. Setelah kesepakatan tercapai, kesepakatan itu disampaikan kepada teman yang membangun rumah. Waktu membersihkan dan meratakan tanah ditentukan oleh guru (dukun) untuk mendapatkan hari yang baik. Ketika akan mengambil kayu ke hutan mereka kembali menanyakan hari yang baik untuk menebang pohon kepada guru. Sebelum menebang kayu guru akan memberi persembahan kepada penjaga hutan agar jangan murka terhadap mereka karena kayu itu dipakai untuk membangun rumah.
Dalam proses pembangunan mulai dari peletakan alas rumah selalu ada ritual yang dibuat agar pembangunan rumah tersebut diberkati oleh yang maha kuasa dan agar tidak tejadi hal-hal yang buruk. Setelah rumah selesai dibangun masih ada ritual yang diadakan. Guru dan beberapa sanak keluarga yang membangun rumah akan tidur di rumah baru itu sebelum rumah itu ditempati. Mereka akan memimpikan apakah rumah tersebut baik untuk dihuni atau tidak.
Waktu memasuki rumah baru biasanya diadakan kerja mengket rumah mbaru (pesta memasuki rumah baru). Pesta ini menunjukkan rasa syukur atas rumah baru tersebut kepada saudara-saudara dan kepada yang maha kuasa. Dalam pesta ini ada acara makan bersama dengan para kerabat, kenalan, dan orang-orang sekampung. Lalu, acara dilanjutkan dengan acara ngerana (memberi kata sambutan dan petuah-petuah) oleh pihak-pihak yang berkompeten seperti: Kalimbubu, Anak beru, dan Senina. Dalam pesta ini juga biasanya ada acara tepung tawar untuk rumah baru. Guru akan menepungtawari bagian-bagian tertentu dari rumah. Tujuannya ialah agar segala yang jahat keluar dari rumah dan yang baik tinggal dalam rumah untuk membuat para penghuni rumah bisa bahagia menempati rumah tersebut. Acara lain yang kadang dibuat adalah gendang. Gendang ini bertujuan untuk mengusir hal-hal jahat yang masih tinggal di dalam rumah tersebut. gendang tersebut juga menunjukkan rasa gembira dan syukur bersama warga sedesa.

Unsur kepercayaan dalam bentuk bangunan rumah adat Karo
Rumah adat Karo memiliki konstruksi yang tidak memerlukan penyambungan. Semua komponen bangunan seperti tiang, balik, kolom, pemikul lantai, konsol, dan lain-lain tetap utuh seperti aslinya tanpa dilakukan penyerutan ataupun pengolahan. Pertemuan antarkomponen dilakukan dengan tembusan kemudian dipantek dengan pasak atau diikat menyilang dengan ijuk untuk menjauhkan rayapan ular. Bagian bawah, yaitu kaki rumah, bertopang pada satu landasan batu kali yang ditanam dengan kedalaman setengah meter, dialasi beberapa lembar sirih dan benda sejenis besi.
Struktur bangunan rumah adat Karo terbagi atas tiga bagian, yaitu atap sebagai dunia atas, badan rumah sebagai dunia tengah, dan kaki sebagai dunia bawah, yang dalam bahasa Karo disebut Dibata Atas, Dibata Tengah, dan Dibata Teruh (Allah Atas, Allah Tengah, dan Allah Bawah). Pembagian anatomi rumah adat Karo menggambarkan: dunia atas tempat yang disucikan, dunia tengah tempat keduniawian, dan dunia bawah tempat kejahatan sehingga layak untuk tempat binatang piaraan, yang dalam kepercayaan suku Karo dikuasai oleh Tuhan Banua Koling.
Penguasa yang jahat dipuja dan dihormati agar tidak mengganggu kehidupan manusia. Dalam pembangunan rumah adat, hal yang terpenting adalah prosesnya yang sakral dibandingkan segi fisiknya. Hal ini tampak mulai dari penentuan tapak/lahan, pemilihan kayu di hutan, hari baik untuk pendirian rumah, pemasangan atap sampai memasuki rumah. Kesemuanya dilakukan melalui upacara-upacara ritual dengan kerbau sebagai korban. Upacara-upacara ini menunjukkan kepercayaan yang besar orang Karo akan kekuasaan yang melebihi kekuatan manusia.

Kesimpulan
Secara formal Pancasila resmi menjadi dasar negara pada tanggal 18 Agustus 1945, akan tetapi unsur-unsur Pancasila sudah ada di Indonesia jauh sebelum Pancaila dijadikan sebagai dasar negara. Unsur-unsur tersebut terdapat di seluruh wilayah Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke. Unsur-unsur itu tampak dalam budaya, tradisi, adat istiadat, tulisan, bangunan dan kehidupan bangsa Indonesia.
Bangsa Indonesia kaya akan unsur-unsur pembentuk Pancasila. Unsur-unsur inilah yang menjadi dasar pembentuk Pancasila. Pancasila menjadi produk asli bangsa Indonesia. Pancasila berasal dan bersumber dari bangsa Indonesia. Para perumus Pancasila seperti Soekarno, M.Yamin, dan tokoh-tokoh lain menggali kekayaan Indonesia itu dan merumuskannya. Mereka menjadikan Pancasila sebagai dasar negara dari unsur-unsur Pancasila yang memang sudah ada di Indonesia.
Suku Karo adalah salah satu suku bangsa di Indonesia. Suku Karo dengan segala kekayaan alam, bangunan, budaya dan tradisinya juga memperkaya bangsa Indonesia. Rumah adat suku Karo dengan segala keunikannya menjadi peninggalan berharga bagi bangsa Indonesia. Rumah adat Karo juga menjadi salah satu peninggalan budaya bagi bangsa Indonesia. Sebagai salah satu peninggalan budaya, rumah adat suku Karo mencerminkan nilai-nilai Pancasila di dalamnya. Kelima nilai–nilai sila Pancasila tampak dalam proses pembangunan dan dalam bentuk bangunan rumah adat tersebut, akan tetapi dalam tulisan ini hanya nilai sila keTuhanan Yang Maha Esa yang dibahas.









DAFTAR PUSTAKA
Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: P.T. Cipta Adi Pustaka, 1990.
Panitia Konsultasi Theoligia GBKP. Inti Sari Adat Istiadat Karo, Kaban Jahe: Ulih Saber, 1984.
Sumatera Utara Profil Propinsi Republik Indonesia. Jakarta: Yayasan Bhakti Wawasan Nusantara,1992.
Sunoto. Mengenal Filsafat Pancasila. Yogyakarta: PT. Hanindita, 1985.
Suptandar, J. Pamudji. “Rumah Adat Suku Karo di Desa Lingga,” Kompas, Minggu, 14 Maret 2004, Hal. 33.

Tidak ada komentar: